Belum ada yang tahu tentang apa yang akan terjadi pada Indonesia pada hai ulang tahunnya yang ke-100. Biar begitu, menerka-nerka bukan hal yang pantang untuk dilakukan, bukan ? Pada 2045 nanti, cara pandang Indonesia pasti sudah berbeda dengan yang Indonesia yang sekarang. Tidak bisa kalau hanya menyimpulkan perbedaannya kelak hanya sebatas pergeseran angin ekonomi dari Eropa ke Asia. Karena, bila melihat ke arah Afrika, bukan mustahil kalau pada tahun 2045 nanti, justru Afrikalah yang menjadi terang dari sisi ekonomi. Pertumbuhan ekonomi di negara-negara di benua Afrika juga meningkat bukan ?
Kelak, pada tahun 2045, atau jauh sebelum itu, seharusnya sudah tidak ada lagi kota atau propinsi di Indonesia yang merasa menjadi anak tiri. Setiap kota propinsi sudah mempunyai sumber-sumber energinya masing-masing yang melebihi kebutuhan energi masing-masing propinsi. Begitu juga dengan kekhasan daerah masing-masing sudah saling menyebar satu dengan yang lainnya di seluruh Indonesia. Bukannya saling bertentangan, kelak, pada tahun 2045, berbagai kebudayaan dan agam sudah menemukan wujud keselarasan mereka satu dengan yang lainnya. Jadi, meskipun sudah hampir saling mandiri antara satu dengan yang lainnya, sistem negara serikat atau negara di dalam negara masih sangat jauh dari penerapan.
Namun bukannya tak mungkin, sebelum 2045, sudah ada propinsi yang sudah melepaskan diri. Entah itu karena ketidakpuasan pemerataan maupun dorongan asing. Bisa pula karena ada daerah yang merasa sudah lebih unggul sehingga tidak perlu lagi daerah lainnya. Jadi, bisa saja propinsi itu merasa seperti anak tiri yang tidak diperhatikan atau anak tiri yang sudah lebih hebat dari saudara lainnya maupun orang tuanya.
Disentegrasi adalah hal yang perlu dicermati. Boleh saja terjadi persaingan. Apalagi bila dijadikan penyemangat untuk menuju ke arah yang lebih baik. Namun, terkadang ada yang merasa kalah dan ada yang merasa menang. Bagaimana bila ada yang ke kiri dan ada yang ke kanan ? Tentunya ada yang namanya saling menghambat satu dengan yang lainnya.Jadi, sebelum tahun 2045, Indonesia harus sudah benar-benar bersatu dan tanpa hambatan (orang-orang yang menghambat, mislnya pelaku KKN dan rasisme).
Ekonomi Indonesia, khususnya setelah krisis tahun 90-an akhir dan terlebih lagi setelah krisis 2007, selalu berusaha agar dapat bertahan di dalam kondisi ekonomi global apapun. Alih-alih menjadi bagian dari arus ekonomi utama dunia, dalam beberapa hal, sering kali Indonesia memiliki cara dan jalan yang lain sendiri. Dari pada terseret arus, lebih baik tidak ikut berenang, bukan ? Kemapuan ketahanan ini dan tahan ini dan tahan itu, harus tetap dipegang Indonesia. Walaupun krisis tahun 90-an akhir akan semakin jauh hari demi hari, namun janganlah dilupakan pesan dan pelajarannya.
Indonesia pada tahun 2045 kelak harus sudah kembali digerakkan oleh teknokrasi. Tidak peduli siapa yang akan jadi presidennya ataupun presiden yang sebenarnnya di balik layar, namun, kadar teknokrasi dalam komposisi pemerintahan harus lebih tinggi persentasenya dari sekarang. Masa sebelum tahun 2045, Indonesia mencetak pengusaha. Sedangkan yang diusahakan adalah apa yang ada di alam. Sedangkan di saat menuju tahun 2045, setelah Indonesia (harus) sudah benar-benar menguasai tanah dan airnya, Indonesia harus mulai berkreasi dan mencampurkan apa yang ada di alam, baik bumi dan luar bumi, baik yang kasat mata maupun tidak kasat mata untuk dipakai untuk menuju kebudayaan Indonesia yang lebih maju. Bukannya tak mungkin, sejalan dengan merasa bersatunya ASEAN kelak, akan ada satu kebudayaan yang akan menjadi kebudayaan baru yang mengganti kebudayaan yang sudah ada sebelumnya.
Namun, bila dalam rentang waktu tersebut, Indonesia mengambil langkah yang salah dan lupa akan krisis tahun 90-an akhir, akibatnya bisa gawat. Berawal dari ekonomi yang hancur atau peningkatan hutang yang bersifat buruk, bisa berujung ke perpecahan negara.
Indonesia saat ini digerakkan oleh motor-motor utama berupa segelintir orang berpendidikan dan berpengalaman dan profesional. sedangkan yang menjadi rodanya adalah tetes demi tetes keringat buruh, petani, dan nelayan. Kelak, sebagian besar dari angkatam muda bangsa ini haruslah profesional yang mampu berhadapan dengan lawan-lawannya dari luar Indonesia. Lebih dari itu, kelak orang-orang ini haru sudah bisa menembus pasar di seluruh negara di dunia. Pastinya, mereka semua bukan hanya sebagai tenaga profesional yang dipekerjakan, tetapi juga sebagai yang memberi pekerjaan dan modal seta penanam investasi.
Kalau keadaan tetap seperti ini, yaitu ekonomi dan teknologi yang digerakkan oleh segelintir orang, maka cita-cita Indonesia menjadi negara adidaya 2045 hanyalah mimpi. Seluruh komponen masyarakat Indonesia harus unggul dan profesioanl di bidangnya ,dan mampu memimpin meski mau dipimpin ,serta
giat berinovasi.
Indonesia pada tahun 2045, tidak boleh hanya sebagai pengguna dan penonton kemajuan teknologi. Sebelum tahun 2045, Indonesia harus menilik beberapa bidang teknologi yang masih sulit dipelajari, lalu memusatkan tenaga, pikiran, dan modal untuk mempelajarinya dan menjadi yang pertama yang menguasainya. Inilah lompatan yang seharusnya dilakukan oleh Indonesia. Sehingga, sebelum 2045, Indonesia sudah menjadi pusat bagi suatu teknologi yang masih baru karena hanya Indonesia sajalah yang mampu menguasainya di antara negara lainnya.
Bila Indonesia tidak dapat menghasilkan teknologi yang unggul di dunia, maka Indonesia pada tahun 2045 hanya akan mengimpor lisensi dan izin merakit atau menjiplak teknologi asing. Bagaimana mungkin negara adidaya hanya melakukan hal ini ? Tentunya negara tersebut bukan negara adidaya.
Perhatian ke bidang teknologi harus digalakkan. Pada awal kemerdekaan Indonesia, presiden pertamanya membawa berbagai keajaiban teknologi dan rekayasa baik dari sisi barat perang dingin maupun sisi timur perang dingin ke Indonesia. Di penghujung berhentinya presiden keduanyapun, dana, investai, dan modal asing yang berdatang juga diiringi masuknya teknologi, ahli-ahli teknologi, dan terjadinya alih teknologi ke Indonesia. Secara garis besara, bukannya tak salah kalau Indonesia mencari modal dulu, setelah cukup, barulah melakukan modernisasi teknologi tahap demi tahap. Akan lebih baik kalau Indonesia bergerak secepat naga dan melangkah selebar gajah.
Adalah kehancuran bagi Indonesia, bila kelak, sebelum tahun 2045, Indonesia menerapkan sistem yang serba satu,, menyatu, dan terpadu, tetapi yang diterappkan adalah hal yang salah. Misalnya, dalam mendidik generasi muda, tetapi dengan didikan yang tidak cocok dan tidak dibutuhkan oleh dunia dan atau merugikan bagi Indonesia itu sendiri. Hal ii mengakibatkan generasi yang gagal digarap. Selanjutnya, lebih dari itu, generasi muda itu kelak akan menjadi generasi tua dengan kepemimpinan yang salah cara. Jadi, tidak boleh salah menanam agar tidak salah memanen.
Indonesia, sebagai negara adidaya kelak, harus lebih dahulu menjadi nyentrik. Nyentrik yang saya maksud adalah nyentrik hasil kreasai dari inovasi dan kreatifitas. Indonesia harus mampu menciptakan arus sendiri yang akan diikuti oleh negara-negara lainnya. Arus lain seperti ini, bukanlah yang pertama kali terjadi. Misalnya dari perpindahan hegemoni di dunia di saat AS sudah lebih kuat dari negara Eropa manapun, ketika Inggris bukan lagi adidaya secara militer, politik, dan ekonomi, maupun saat Soviet runtuh dan Eropa Timur melihat adanya arus lain yang dapat ditiru atau diikuti yaitu AS maupun saat ekonomi RRT sudah hampir mengimbangi AS tetapi RRT mengalami peningkatan sedangkan AS mengalami penurunan.
Hal-hal nyentrik berupa kreasi-kreasi yang baru dan tak lazim harus ditemukan dari anak-anak bangsa Indonesia. Apapun itu, entah itu ide, ekonomi, teknologi, penyiaran kebudayaan, dapat merupakan kreasi-kreasi yang tak lazim. Cara-cara yang kemudian menjadi cara hidup yang baru untuk digunakan dalam keseharian bernegara ini juga akan memecahkan berbagai masalah dari berbagai sisi yag tak lazim karena sebelumnya tidak kelihatan, tak nampak, atau dianggap mustahil untuk dilakukan.
Sekarang ini, pendidikan usia dini bisanya dibangun secara baik dan benar dari ttingkatan keluarga karena dibarengi agama. Namun, ketika memasuki perguruan tinggi, terlebih ketika keluar, ada beberapa yang justru jadi pelaku KKN daripada meulis karya ilmiah ataupun menemukan penemuan-penemuan baru. Artinya, Indonesia tidak boleh lagi hanya bertumpu pada perguruan tinggi. Terlebih lagi dengan tersebarnya koneksi ke internet, jendela dunia sama seperti buku, Indonesia harus mampu menyatakan bahwa anak SD pun mampu ikut membangun negara Indonesia bahkan sejak saat anak SD masih duduk di bangku SD.
Bila Indonesia bercita-cita menjadi negara maju, maka masyarakatnya harus profesional. Belakangan ini, profesional-profesional justru iktu menjadi politikus, begitu juga pebisnis. Malah, bukannya menjadi teknokrat, beberapa justru menjadi mafia di dunia keuangan.
Mindset atau cara berpikir Indonesia haruslah secara ekstrim mau, mampu dan menyempatkan diri untuk menyadari bahwa agar tidak
useless, seseorang mengurusi politik jika dan hanya jika ia adalah memang orang politik da atau politikus. Jangan ada lagi pengusaha maupun buruh yang memusingkan dirinya untuk menerka-nerka masalah politik kecuali bila ada isu yang berhubungan dengan keselamatannya. Bila ada pihak-pihak yang menginginkan agar non-politik mau kembali ikut pusing memikirkan politik padahal tidak ada gunanya, misalnya hanya untuk popularitas, pihak-pihak tersebut harus dilarang untuk melakukan hal tersebut.
Sejarah Indonesia, ada yang terangm ada yang gelap, ada yang suka, ada yang duka. Tetapi, Indonesia kelak, tidak perlu pusing-pusing memikirkan dan memimpikan atau menghayal di siang bolong tentang
mimipi-mimpi pada saat-saat sebeluj mereka. Hal yang diperlukan hanyalah mengingat sejarah. Tidak perlu banyak menghayal tapi ke belakang. Lebih baik berkreasi untuk ke depannya.
Bisnis di bidang IPTEK tidak boleh hanya asing yang menyelenggarakannya di Indonesia. Indonesia harus berusaha agar dapat masuk ke pasar bisnin bidang IPTEK di negara-negara di seluruh dunia. Hal ini adalah cerminan tentang apakah sebuah negara dapat dibilang maju mampu dalam mengelola kreasi ciptaanya sendiri.
Anak-anak Indonesia, harus diikutkan dalam memajukan negara. anak-anak memiliki mimpi. Mimpi-mimpi ini harus diwujudkan, bukan ?
Apa jadinya bila Anak-anak Indonesia lebih banyak terjerumus ke dalam hal-hal yang tidak berguna ? Apa jadinya bila Anak-anak Indonesia lebih banyak melakukan hal-hal yang tidak ada sangkut pautnya dengan mimpinya ? Apa jadinya bila Anak-anak Indonesia lebih banyak terjerumus ke arah yang jauh dari Agama, Pancasila, dan UUD 1945?
Harus ada pusat kebudayaan Indonesia yang mampu mengaung di tingkat internasional. Pusat budaya ini adalah tempat berkumpulnya sastrawan dan teknologi dalam mewujudkan pandangan dan cerita tentang mimpi-mimpi. Kelak, mimpi-mimpi itulah yang oleh Indonesia, akan diwujudkan secara rekayasa dan didukung modal.
Penduduk Indonesia yang besar, dapat menyababkan kesemrawutan. Ladang dan sawah ditutup untuk dijadikan tempat tinggal. Jalanan macet di kota-kota besar. Air digunakan sembarang. Listrik digunakan secara foya-foya. Proyek-proyek yang terkena KKN berakibat buruk bagi alam karena boros dan merusak alam. Hal ini dapat menghambat Indonesia menjadi adidaya di dunia pada tahun 2045 sehingga harus diberantas.
Pendidikan adalah hal yang penting, Bahkan, dalam upaya mewujudkan cita-cita Indonesia pada tahun 2045, pendidikan memainkan peran penting. Tidak ada riset dan pengembangan tanpa pendidikan. Dunia pendidikan di Indonesia harus didorong ke arah yang giat menulis karya ilmiah, berinovasi, dan mencipta, walaupun sudah dipekerjakan atau mempekerjakan.
Indonesia yang adidaya pada tahun 2045 harus dan akan dubangun oleh insinyur-insinyur yang unggul dan profesional. Bukan hanya diakui secara dari mulut-ke muulut, tetapi juga harus bersertifikat. Sertifikat dan lisensi dibutuhkan demi terjaminnya proyek yang diilaksanakan. Proyek demi proyek, baik dari sekedar membangun rumah tempat tinggal sampai
megaproject ke luar angkasa ataupun ekplorasi bawah laut, satu demi satu, akan menjadi batu-bata yang membangun bangunan besar.
Indonesia sudah ihadapkan dengan demografi yang sedemikian rupa memiliki dua sisi mata yang berbedah arah sama sekali, predikat gagal dan hancur atau adidaya. Incaran utama Indonesai sejauh ini terhadap cita-citanya menjadi negara adidaya dunia pada tahun 2045 nanti belum jauh-jauh dari sekedar menjadi raksasa ekonomi. Bahkan hal itu masih lebih jauh dipikirkan daripada penguasaan teknologi dan penyelenggaraan pendidikan yang baik dan benar.