Sunday, July 19, 2015

Dua Sisi Sumatera

Ada beberapa nama pelabuhan yang tenar di Pulau Sumatera seperti antara lain : Pelabuhan Kuala Tanjung, Pelabuhan Kalibaru, Pelabuhan Tanjung Api Api, Pelabuhan Pulau Nipah, Pelabuhan Buton, Pelabuhan Sungaitohor, dan Pelabuhan Belawan juga yang lainnya yang ada di Pulau Batam dan Kepulauan Riau. Adapula beberapa pelabuhan tenar lainnya dari Pulau Sumatera seperti Pelabuhan Teluk Bayur, Pelabuhan Pulau Telo, Pelabhan dan Teluk Surin, juga yang ada di Sibolga. Apa yang membedakan antara kedua kelompok pelabuhan tersebut ? Bukaknkah mereka semua ada di di Pulau Sumatera dan sekitarnya ? Hal yang membedakan mereka adalah, yang pertama berfokus di Selat Malaka, sedangkan yang kedua berfokus pada Samudera Hindia.
Pelabuhan yang ada di Selat Malaka sudah padat-padat dan ramai dikunjungi dan dilintasi. Contohnya saja Singapura. Sedangkan yang ada di seberang Selat Malaka (Smudera Hindia), masih kurang laris seperti saudaranya di Selat Malaka. Sebagai negara Maritim dan juga sejalan dengan rencana Indonesia tentang tol laut dan poros maritim dunia, perlu ada penarik agar pelabuhan-pelabuhan di sisi lain Pulau Sumatera, meskipun tetap tidak lebih ramai dari yang ada di Selat Malaka, tetapi tidak terlalu signifikan seperti yang terjadi saat ini. Sedangkan bagi putera daerah Samudera HIndia Pulau Sumatera, adalah harus mengupayakan untuk membuat pelabuhan mereka dapat dilihat dunia dan melampaui yang ada di Selat Malaka.
Namun, bagaimana mungkin hal itu dapat terjadi ?  Dapat dikatakan bahwa apa yang dapat ditawarkan oleh daerah di Samudera Hindia lebih sedikit dan kurang menarik dibandingkan Selat Malaka. Namun, tetap saja ada celah. Justru di perbedaan antar sepi dan rami itu lah yang harus diolah agar menjadi keuntungan bagi yang sepi.
Situasi yang lebih sepi ini harus dimanfaatkan, terutama untuk mendongkrak sisi pariwisata di Samudera Hindia Pulau Sumatera. Namun pada awalnya, memang harus ada berbagai subsidi yang dilakukan dan sokongan dana yang diberikan. entah itu bayak atau sedikit, ya harus berkeringat dahulu. Karena dengan begitu, pariwisata lebih bisa dinikmati dengan biaya yang lebih murah akan menarik pengunjung dan akan meramaikan Samudera Hindia Pulau Sumatera.
Harus dibangun jalur baru menuju daerah wisata sekitar Danau Toba, yaitu melalui Sibolga lalu naik sampai ke pegunungan di Sumatere, khususnya Sumatera Utara. Jadi, bukan lagi menlalui jaur 'utama' lewat Belawan atau Kuala Namu  atau Medan lagi. Hal ini harus iterapkan dan jalur-jalur baru harus diterapkan dan dibangun di sepanjang pesisir Pulau Sumatera yang menghadap Samudera Hindia lainnya. 
Dari segi infrastruktur, harus ada keberanian dan percaya diri bahwa pembangunan adalah untuk menanggulagi apa yang ada di masa depan. Harus berani untuk membangun infrastruktur yang 'besar dan tinggi'. 'Besar' yang saya maksud adalah proyek-proyek yang menggunakan banyak tenaga kerja yang kalau bisa padat modal juga. Proyek-proyek besar serupa Ancol, Sea World, dsb harus dihadirkan di Pulau Sumatera Samudera Hindia. Hal ini akan mendukung industri pariwisata lainnya dan juga kegiatan berbasis kebudayaan lokal lainnya. 'Tinggi' yang saya maksud adalah proyek-proyek tersebut harus dikerjakan dengan menggunakan teknologi tinggi. Hal ini harus dilakukan agar lebih menarik bagi pengunjung internasional. Jadi, di satu sisi, kita menyediakan kapasistas yang besar denga harga bervariasai mulai dari yang murah bagi masyarakat lokal, hingga mewah bagi pengunjung internasional.
Hal ini harus segera dituntaskan agar pembangunan merata, dalam hal ini, dimulai dari keseimbangan di Selat Malaka dan Samudera Hindia yang lewat pembangunan di Pulau Sumatera dan sekitarnya. 

Reklamasi Selat Sunda

Teggelam dan muncul ke permukaan sesuka hatinya. Begitulah kira-kirakata-kata yang cocok untuk menggambarkan tentang berita tentang pembangunan Jembatan Selat Sunda (JSS). Dalam suasana arus mudik, berita tentang JSS pasti muncul dengan sendirinya. Beberapa menganggap ini adalah salah satu hal yang digunakan untuk mengalihkan perhatian publik. Beberapa menganggap bahwa memang JSS berjalan dengan lambat.
JSS sebenarnya, memiliki 'saudara' berupa rencana yang lebih ekstrem. Rencana ini ialah Reklamasi Selat Sunda (RSS). RSS ialah rencana untuk menambah luas permukaan tanah di atas permukaan Selat Sunda. Nantinya, akan terbentuk daratan yang akan digunakan untuk membangun jalan tol atau jalan lintas di atasnya. Apapun itu, jalan tersebut akan membuat jalur atau rute darat baru dari antara Pulau Sumatera dan Pulau Jawa.
RSS sifatnya lebih kokoh dan tahan gempa. Tidak seperti JSS yang berwujud jembatan, RSS yang berbentuk daratan akan lebih aman dari gempa. RSS juga meminimalkan upaya untuk atau niat bunuh diri seperti lompat dari jembatan. RSS memungkinkan adanya fasilitas-fasilitas yang mendukung pengemudi dalam berkendara. Misalnya pembangunan pos-pos polisi dan pos istirahat.
Hal yang menjadi kontra bagi RSS tampaknya berasal dari sisi pelayaran atau transportasi laut dengan kapal ferry. Penyebrangan dengan Kapal Ferry akan menerima dampak yang sama, baik dari JSS maupun dari RSS. Biarpun begitu, sepertinya belum ada yang dapat memastikan apakah JSS ataupun RSS akan membuat sepi penyebrangan dengan kapal ferry. Jadi, tidak bisalangsung dicap kalau JSS ataupun RSS akan membuat sepi pelayaran Selat Sunda. Bagaimanapun, penyebrangan dengan kapal ferry memberikan pengemudi waktu istirahat dan menghemat bahan bakar kendaraan yang diangkut.
Dampak sesungguhnya yang paling dikhawatirkan berasal dari bidang perikanan. Nelayan, diperkirakan akan terganggu dengan adanya RSS ini, bahkan sejak proses reklamasinya. Adanya 'palang pembatas' yang membagi dua selat sunda jelas akan menggangu manuver kapal apapun, baik itu kapal nelayan maupun kapal ferry. Bila saja terjadi cuaca buruk di salah satu sisi RSS sehingga kapal harus berlih ke sisi lain demi keselamatan, hal ini akan lebih sulit dilakukan dengan adanya RSS. Sedangkan bila dengan JSS, kapla-kapal dapat dengan mudah bermanuver lewat bagian bawah JSS.
Lantas, bagaimana solusinya ? Pembangunan JSS akan membutuhkan reklamasi tanah. Begitupun RSS akan membutuhkan sejumlah jembatan agar kapal-kapal yang beroperasi di Selat Sunda dapat berlayar dengan leluasa. Hanya saja, bila terlalu banyak reklamasinya, ya itu namanya RSS. Tetapi bila lebih banyak jembatannya, ya itu namanya JSS. Kombinasi antara RSS dan JSS bukannya tidak mungkin untuk dilakukan. Namun sejauh ini, RSS masih tampak lebih ekstrim. Satu hal yang jelas adalah, RSS akan lebih spektakuler daripada JSS karena mewujudkan kembali gambaran dari nenek moyang kita tentang selat sunda sebelum Gunung Krakatau meledak.

Sunday, July 12, 2015

Bagaimana Indonesia Sesaat Sebelum 2045 ?

Belum ada yang tahu tentang apa yang akan terjadi pada Indonesia pada hai ulang tahunnya yang ke-100. Biar begitu, menerka-nerka bukan hal yang pantang untuk dilakukan, bukan ? Pada 2045 nanti, cara pandang Indonesia pasti sudah berbeda dengan yang Indonesia yang sekarang. Tidak bisa kalau hanya menyimpulkan perbedaannya kelak hanya sebatas pergeseran angin ekonomi dari Eropa ke Asia. Karena, bila melihat ke arah Afrika, bukan mustahil kalau pada tahun 2045 nanti, justru Afrikalah yang menjadi terang dari sisi ekonomi. Pertumbuhan ekonomi di negara-negara di benua Afrika juga meningkat bukan ?
Kelak, pada tahun 2045, atau jauh sebelum itu, seharusnya sudah tidak ada lagi kota atau propinsi di Indonesia yang merasa menjadi anak tiri. Setiap kota propinsi sudah mempunyai sumber-sumber energinya masing-masing yang melebihi kebutuhan energi masing-masing propinsi. Begitu juga dengan kekhasan daerah masing-masing sudah saling menyebar satu dengan yang lainnya di seluruh Indonesia. Bukannya saling bertentangan, kelak, pada tahun 2045, berbagai kebudayaan dan agam sudah menemukan wujud keselarasan mereka satu dengan yang lainnya. Jadi, meskipun sudah hampir saling mandiri antara satu dengan yang lainnya, sistem negara serikat atau negara di dalam negara masih sangat jauh dari penerapan.
Namun bukannya tak mungkin, sebelum 2045, sudah ada propinsi yang sudah melepaskan diri. Entah itu karena ketidakpuasan pemerataan maupun dorongan asing. Bisa pula karena ada daerah yang merasa sudah lebih unggul sehingga tidak perlu lagi daerah lainnya. Jadi, bisa saja propinsi itu merasa seperti anak tiri yang tidak diperhatikan atau anak tiri yang sudah lebih hebat dari saudara lainnya maupun orang tuanya.
Disentegrasi adalah hal yang perlu dicermati. Boleh saja terjadi persaingan. Apalagi bila dijadikan penyemangat untuk menuju ke arah yang lebih baik. Namun, terkadang ada yang merasa kalah dan ada yang merasa menang. Bagaimana bila ada yang ke kiri dan ada yang ke kanan ? Tentunya ada yang namanya saling menghambat satu dengan yang lainnya.Jadi, sebelum tahun 2045, Indonesia harus sudah benar-benar bersatu dan tanpa hambatan (orang-orang yang menghambat, mislnya pelaku KKN dan rasisme).
Ekonomi Indonesia, khususnya setelah krisis tahun 90-an akhir dan terlebih lagi setelah krisis 2007, selalu berusaha agar dapat bertahan di dalam kondisi ekonomi global apapun. Alih-alih menjadi bagian dari arus ekonomi utama dunia, dalam beberapa hal, sering kali Indonesia memiliki cara dan jalan yang lain sendiri. Dari pada terseret arus, lebih baik tidak ikut berenang, bukan ? Kemapuan ketahanan ini dan tahan ini dan tahan itu, harus tetap dipegang Indonesia. Walaupun krisis tahun 90-an akhir akan semakin jauh hari demi hari, namun janganlah dilupakan pesan dan pelajarannya.
Indonesia pada tahun 2045 kelak harus sudah kembali digerakkan oleh teknokrasi. Tidak peduli siapa yang akan jadi presidennya ataupun presiden yang sebenarnnya di balik layar, namun, kadar teknokrasi dalam komposisi pemerintahan harus lebih tinggi persentasenya dari sekarang. Masa sebelum tahun 2045, Indonesia mencetak pengusaha. Sedangkan yang diusahakan adalah apa yang ada di alam. Sedangkan di saat menuju tahun 2045, setelah Indonesia (harus) sudah benar-benar menguasai tanah dan airnya, Indonesia harus mulai berkreasi dan mencampurkan apa yang ada di alam, baik bumi dan luar bumi, baik yang kasat mata maupun tidak kasat mata untuk dipakai untuk menuju kebudayaan Indonesia yang lebih maju. Bukannya tak mungkin, sejalan dengan merasa bersatunya ASEAN kelak, akan ada satu kebudayaan yang akan menjadi kebudayaan baru yang mengganti kebudayaan yang sudah ada sebelumnya.
Namun, bila dalam rentang waktu tersebut, Indonesia mengambil langkah yang salah dan lupa akan krisis tahun 90-an akhir, akibatnya bisa gawat. Berawal dari ekonomi yang hancur atau peningkatan hutang yang bersifat buruk, bisa berujung ke perpecahan negara.
Indonesia saat ini digerakkan oleh motor-motor utama berupa segelintir orang berpendidikan dan berpengalaman dan profesional. sedangkan yang menjadi rodanya adalah tetes demi tetes keringat buruh, petani, dan nelayan. Kelak, sebagian besar dari angkatam muda bangsa ini haruslah profesional yang mampu berhadapan dengan lawan-lawannya dari luar Indonesia. Lebih dari itu, kelak orang-orang ini haru sudah bisa menembus pasar di seluruh negara di dunia. Pastinya, mereka semua bukan hanya sebagai tenaga profesional yang dipekerjakan, tetapi juga sebagai yang memberi pekerjaan dan modal seta penanam investasi.
Kalau keadaan tetap seperti ini, yaitu ekonomi dan teknologi yang digerakkan oleh segelintir orang, maka cita-cita Indonesia menjadi negara adidaya 2045 hanyalah mimpi.  Seluruh komponen masyarakat Indonesia harus unggul dan profesioanl di bidangnya ,dan mampu memimpin meski mau dipimpin ,serta
giat berinovasi.
Indonesia pada tahun 2045, tidak boleh hanya sebagai pengguna dan penonton kemajuan teknologi. Sebelum tahun 2045, Indonesia harus menilik beberapa bidang teknologi yang masih sulit dipelajari, lalu memusatkan tenaga, pikiran, dan modal untuk mempelajarinya dan menjadi yang pertama yang menguasainya.  Inilah lompatan yang seharusnya dilakukan oleh Indonesia. Sehingga, sebelum 2045, Indonesia sudah menjadi pusat bagi suatu teknologi yang masih baru karena hanya Indonesia sajalah yang mampu menguasainya di antara negara lainnya.
Bila Indonesia tidak dapat menghasilkan teknologi yang unggul di dunia, maka Indonesia pada tahun 2045 hanya akan mengimpor lisensi dan izin merakit atau menjiplak teknologi asing. Bagaimana mungkin negara adidaya hanya melakukan hal ini ? Tentunya negara tersebut bukan negara adidaya.
Perhatian ke bidang teknologi harus digalakkan. Pada awal kemerdekaan Indonesia, presiden pertamanya membawa berbagai keajaiban teknologi dan rekayasa baik dari sisi barat perang dingin maupun sisi timur perang dingin ke Indonesia. Di penghujung berhentinya presiden keduanyapun, dana, investai, dan modal asing yang berdatang juga diiringi masuknya teknologi, ahli-ahli teknologi, dan terjadinya alih teknologi ke Indonesia. Secara garis besara, bukannya tak salah kalau Indonesia mencari modal dulu, setelah cukup, barulah melakukan modernisasi teknologi tahap demi tahap. Akan lebih baik kalau Indonesia bergerak secepat naga dan melangkah selebar gajah.
Adalah kehancuran bagi Indonesia, bila kelak, sebelum tahun 2045, Indonesia menerapkan sistem yang serba satu,, menyatu, dan terpadu, tetapi yang diterappkan adalah hal yang salah. Misalnya, dalam mendidik generasi muda, tetapi dengan didikan yang tidak cocok dan tidak dibutuhkan oleh dunia dan atau merugikan bagi Indonesia itu sendiri. Hal ii mengakibatkan generasi yang gagal digarap. Selanjutnya, lebih dari itu, generasi muda itu kelak akan menjadi generasi tua dengan kepemimpinan yang salah cara. Jadi, tidak boleh salah menanam agar tidak salah memanen.
Indonesia, sebagai negara adidaya kelak, harus lebih dahulu menjadi nyentrik. Nyentrik yang saya maksud adalah nyentrik hasil kreasai dari inovasi dan kreatifitas. Indonesia harus mampu menciptakan arus sendiri yang akan diikuti oleh negara-negara lainnya. Arus lain seperti ini, bukanlah yang pertama kali terjadi. Misalnya dari perpindahan hegemoni di dunia di saat AS sudah lebih kuat dari negara Eropa manapun, ketika Inggris bukan lagi adidaya secara militer, politik, dan ekonomi, maupun saat Soviet runtuh dan Eropa Timur melihat adanya arus lain yang dapat ditiru atau diikuti yaitu AS maupun saat ekonomi RRT sudah hampir mengimbangi AS tetapi RRT mengalami peningkatan sedangkan AS mengalami penurunan.
 Hal-hal nyentrik berupa kreasi-kreasi yang baru dan tak lazim harus ditemukan dari anak-anak bangsa Indonesia. Apapun itu, entah itu ide, ekonomi, teknologi, penyiaran kebudayaan, dapat merupakan kreasi-kreasi yang tak lazim. Cara-cara yang kemudian menjadi cara hidup yang baru untuk digunakan dalam keseharian bernegara ini juga akan memecahkan berbagai masalah dari berbagai sisi yag tak lazim karena sebelumnya tidak kelihatan, tak nampak, atau dianggap mustahil untuk dilakukan.
Sekarang ini, pendidikan usia dini bisanya dibangun secara baik dan benar dari ttingkatan keluarga karena dibarengi agama. Namun, ketika memasuki perguruan tinggi, terlebih ketika keluar, ada beberapa yang justru jadi pelaku KKN daripada meulis karya ilmiah ataupun menemukan penemuan-penemuan baru. Artinya, Indonesia tidak boleh lagi hanya bertumpu pada perguruan tinggi. Terlebih lagi dengan tersebarnya koneksi ke internet, jendela dunia sama seperti buku, Indonesia harus mampu menyatakan bahwa anak SD pun mampu ikut membangun negara Indonesia bahkan sejak saat anak SD masih duduk di bangku SD.
Bila Indonesia bercita-cita menjadi negara maju, maka masyarakatnya harus profesional. Belakangan ini, profesional-profesional justru iktu menjadi politikus, begitu juga pebisnis. Malah, bukannya menjadi teknokrat, beberapa justru menjadi mafia di dunia keuangan. Mindset atau cara berpikir Indonesia haruslah secara ekstrim mau, mampu dan menyempatkan diri untuk menyadari bahwa agar tidak useless, seseorang mengurusi politik jika dan hanya jika ia adalah memang orang politik da atau politikus. Jangan ada lagi pengusaha maupun buruh yang memusingkan dirinya untuk menerka-nerka masalah politik kecuali bila ada isu yang berhubungan dengan keselamatannya. Bila ada pihak-pihak yang menginginkan agar non-politik mau kembali ikut pusing memikirkan politik padahal tidak ada gunanya, misalnya hanya untuk popularitas, pihak-pihak tersebut harus dilarang untuk melakukan hal tersebut.
Sejarah Indonesia, ada yang terangm ada yang gelap, ada yang suka, ada yang duka. Tetapi, Indonesia kelak, tidak perlu pusing-pusing memikirkan dan memimpikan atau menghayal di siang bolong tentang
mimipi-mimpi pada saat-saat sebeluj mereka. Hal yang diperlukan hanyalah mengingat sejarah. Tidak perlu banyak menghayal tapi ke belakang. Lebih baik berkreasi untuk ke depannya.
Bisnis di bidang IPTEK tidak boleh hanya asing yang menyelenggarakannya di Indonesia. Indonesia harus berusaha agar dapat masuk ke pasar bisnin bidang IPTEK di negara-negara di seluruh dunia. Hal ini adalah cerminan tentang apakah sebuah negara dapat dibilang maju mampu dalam mengelola kreasi ciptaanya sendiri.
 Anak-anak Indonesia, harus diikutkan dalam memajukan negara. anak-anak memiliki mimpi. Mimpi-mimpi ini harus diwujudkan, bukan ?
Apa jadinya bila Anak-anak Indonesia lebih banyak terjerumus ke dalam hal-hal yang tidak berguna ? Apa jadinya bila Anak-anak Indonesia lebih banyak melakukan hal-hal yang tidak ada sangkut pautnya dengan mimpinya ? Apa jadinya bila Anak-anak Indonesia lebih banyak terjerumus ke arah yang jauh dari Agama, Pancasila, dan UUD 1945?
Harus ada pusat kebudayaan Indonesia yang mampu mengaung di tingkat internasional. Pusat budaya ini adalah tempat berkumpulnya sastrawan dan teknologi dalam mewujudkan pandangan dan cerita tentang mimpi-mimpi. Kelak, mimpi-mimpi itulah yang oleh Indonesia, akan diwujudkan secara rekayasa dan didukung modal.
Penduduk Indonesia yang besar, dapat menyababkan kesemrawutan. Ladang dan sawah ditutup untuk dijadikan tempat tinggal. Jalanan macet di kota-kota besar. Air digunakan sembarang. Listrik digunakan secara foya-foya. Proyek-proyek yang terkena KKN berakibat buruk bagi alam karena boros dan merusak alam. Hal ini dapat menghambat Indonesia menjadi adidaya di dunia pada tahun 2045 sehingga harus diberantas.
Pendidikan adalah hal yang penting, Bahkan, dalam upaya mewujudkan cita-cita Indonesia pada tahun 2045, pendidikan memainkan peran penting. Tidak ada riset dan pengembangan tanpa pendidikan. Dunia pendidikan di Indonesia harus didorong ke arah yang giat menulis karya ilmiah, berinovasi, dan mencipta, walaupun sudah dipekerjakan atau mempekerjakan.
Indonesia yang adidaya pada tahun 2045 harus dan akan dubangun oleh insinyur-insinyur yang unggul dan profesional. Bukan hanya diakui secara dari mulut-ke muulut, tetapi juga harus bersertifikat. Sertifikat dan lisensi dibutuhkan demi terjaminnya proyek yang diilaksanakan. Proyek demi proyek, baik dari sekedar membangun rumah tempat tinggal sampai megaproject ke luar angkasa ataupun ekplorasi bawah laut, satu demi satu, akan menjadi batu-bata yang membangun bangunan besar.
Indonesia sudah ihadapkan dengan demografi yang sedemikian rupa memiliki dua sisi mata yang berbedah arah sama sekali, predikat gagal dan hancur atau adidaya. Incaran utama Indonesai sejauh ini terhadap cita-citanya menjadi negara adidaya dunia pada tahun 2045 nanti belum jauh-jauh dari sekedar menjadi raksasa ekonomi. Bahkan hal itu masih lebih jauh dipikirkan daripada penguasaan teknologi dan penyelenggaraan pendidikan yang baik dan benar.

Saturday, July 11, 2015

Bangsa Indonesia Harus Menguasai Tanah Dan Air Indonesia

 Kali ini, saya ingin menghubungkan tentang Kardashev Scale, sebuah skala untuk mengukur peradaban, dan juga upaya Indonesia setelah mencapai kemerdekaannya. Saya tidak ingin menyangkutpautkan dengan emosi apapun. Terserah bila pembaca ingin menganggap kalau 'tanah dan air' yang saya maksud itu adalah misalnya tambang di Papua maupun pengeboran minyak lepas pantai. Tetapi, yang saya maksud adalah benar-benar tanah dan airnya, tanpa kiasan.
Negara Denmark telah menghasilkan listrik lebih banyak dari yang dibutuhkan. Akan tetapi, yang menarik adalah, tenaga listrik yang mereka gunakan sudah sebagian besar berasal dari sumber energi terbaharukan. Hal ini cukup mencengangkan. Negara Denmark, sama seperti negara-negara Skandinavia lainnya, telah dianggap unggul dalam bidang TIK( ICT). Ditambah lagi dengan digabungkannya ha tersebut dengan energi yang berlimpah dan sistem yang cerdas, maka Indonesia perlu untuk mengaplikasikan hal ini. Di Denmark, setiap musim menghasilkan dampak yang berbeda-beda terhadap tinggi rendahnya penghasilan energi dari satu sumber energi terbarukan. Karenanya, Denmark memakai berbagai jenis sumber energi terbarukan. Denmark pada hal ini, bisa dijadikan cermin bagi Indonesia. Tetapi, tentunya dengan skala yang berbeda.
Tanah atau bumi Indonesia, berada di jalur pegunungan. Hal ini mengakibatkan banyaknya sumber panas bumi yang dapat dijadikan sumber tenaga listrik. Sejauh ini, Indonesia telah banyak mengupayakan untuk memanfaatkan energi ini. Namun, bukannya tidak mungkin, perkembangan teknologi dalam bidang ini kedepannya akan membuat energi yang bisa diambil yang dihasilkan oleh sumber panas bumi akan semakin besar. Dalam hal ini Indonesia perlu selalu peka dan terbarukan dalam penggunaan teknologi.
Lebih jauh lagi, sesuai judul yang saya pakai, Indonesia harus menguasai. Boleh saja bila teknologi yang dipakai sekarang adalah buatan RRT atau negara asing lainnya. Karena, di samping biaya yang relatif lebih murah, kita tidak perlu terlalu disulitkan untuk mengembangkan alat-alatnya. Namun, Indonesia jangan berlarut sampai di sini saja. Seperti yang saya sampaikan sebelumnya, pasti ada teknologi terbaru atau temuan terbaru yang ditemukan nantinya. Pada saat itu, sudah harus Indonesia sendirilah yang melakukan pembaharuan tersebut.
 Indonesia, dalam visinya menjadi poros maritim dunia, harus juga melihat potensi yang berasal dari lautan di Indonesia. Indonesia tidak boleh hanya melihat dirinya sebagai negara maritim hanya dari sisi transportasi dan sumber pangan. Masih ada dunia pariwisata yang bisa dikembangkan dan digalakkan kalau mau. Pembangunan proyek rekayasa di lautan yang bertujuan untuk mendongkrak industri pariwisata juga dapat dilakukan. Terlebih lagi, dalam pemanfaatan energi offshore atau lepas pantai. Di lautan, hampir tidak ada hambatan untuk angin bergerak. Karenanya, pembangunan ladang turbin angin lepas pantai pantas untuk dilakukan di Indonesia. Indonesia memiliki garis pantai yang panjang. Sebagian besar, masih berada sangat jauh dari kedalaman laut 50 meter. Hal ini menghadirkan lahan lepas pantai yang sangat luas untuk dijadikan ladang turbin angin lepas pantai. Panjang garis pantai ini tidak boleh disia-siakan. Indonesia harus menguasainya dan menggunakannya untuk kesejahteraan rakyat.
Investasi yang dibutuhkan untuk ladang turbin ini pastinya besar. Namun, dampaknya adalah bersifat jangka panjang. Belum lagi, akan lebih mahal bila kita melihat kondisi Indonesia yang rawan gempa. Tiang-tiang pembangkit listrik tenaga angin lepas pantai ini harus sama kokohnya dengan fondasi platform pengeboran minyak lepas pantai yang harus tahan badai dan juga gempa laut. Artinya, sebagai alternatif, ladang angin ini dapat dibangun di kawasan dengan potensi gempa yang minim.
Bila melirik ke arah pembangunan London Array, maka bila Indonesia ingin menghadirkan semacam London Array di lepas pantai Pulau Kalimantan, misalnya, Indonesia butuh dana sekitar 40 triliun rupiah. Perkiraan ini lebih cenderung kurang dari angka tersebut dari pada melebihi angka tersebut.
Itu tadi kalau kita berbicara tentang potensi di atas permukaan lautan, Untuk Indonesia yang negara kepulauan, dan memiliki lautan luas inipun, tenaga ombak dan tenaga bawah air juga harus dikembangkan oleh Indonesia. Menggaet asing juga bukan hal haram. Baik menggunakan teknologi mereka maupun investasi mereka, dapat dilakukan. Tetapi, sekali lagi, jangan berlarut. Teknologi di kedua bidang ini memang belum sepeuhnya diterapkan di seluruh dunia. Namun karena itulah, Indonesia seharusnya tertantang untuk menjadi yang pertama untuk menguasainya.
Kembali lagi seperti yang saya sampaikan di awal, menurut Skala Kardashev, di bumi, peradaban Tipe-1 adalah dimana seluruh potensi yang ada di planet bumi, sudah dimanfaatkan oleh manusia. Dari sisi Indonesia sendiri, hal ini sejalan dengan cita-cita Indonesia. Selanjutnya, setelah kebutuhan Energi di Indonesia, lebih dari 100% telah dipenuhi oleh energi terbarukan, Indonesia akan lebih mudah bergerak maju.
Demikian yang bisa saya sampaikan. Mohon maaf kalau ada kesalahan kata. Saya tidak bermaksud menyinggung siapapun dan apapun. Sekian dari saya untuk kali ini, terima kasih.

Friday, July 10, 2015

Akankah Eropa Lebih Dahulu Melupakan Agama ?

 Kebudayaan Eropa, sudah menyebar dan tak jarang mengungguli kebudayaan-kebudayaan lokal di seluruh dunia. Unggul, itulah kata kuncinya. Kebudayaan Eropa seolah lebih tinggi dari kebudayaan lainnya. Tetapi, apakah kebudayaan yang merupakan hasil dari kecerdasan itu akan membuat Eropa melupakan Tuhan atau paling tidak melupakan agama ?
Dari data-data yang beredar, sebagian negara-negara Eropa memiliki persentase ateis yang lebih tinggi dari yang ada di belahan dunia lain. Namun, bila yang dibandingkan adalah yang di luar ateis, melainkan teis, yaitu antara religius dan ireligius, maka dapat didapati bahwa negara-negara Asia, di samping lebih sedikit persentase ateisnya, justru paling tinggi ireligiusnya. Hal ini juga mengindikasikan bahwa kelak, Asia juga akan mengalami persentase ateis yang lebih tinggi dan meninggi. Karena itulah, sebagai kebudayaan yang dianggap unggul, kebudayaan Eropa yang cenderung diikuti, juga akan menyeret kebudayaan Asia (jika saja kebudayaan Asia mengikuti atau menyaru atau mengadopsi kebudayaan Eropa) ke arah ateis, lebih jauh dari ireligius.
Dunia, kedepannya, akan membutuhkan satu identitas. Apakah kesatuan identitas itu adalah ireligius ?  Apakah kesatuan identitas itu salah satunya adalah ateis ? Ataukah akan ada satu agama yang dianut oleh seluruh dunia ? Agama apakah itu kelak ? Apapun itu, di penghujung abad ke-21, kita akan menemui dunia yang sudah memiliki suatu kesepahaman akan hal ini. Hal ini disimpulkan karena beberapa budaya yang berasal dari Asia acap kali dinilai non-praktis dan bersifat menghalangi atau menghambat kemajuan dari kacamata kebudayaan Eropa, kemajuan ekonomi dan ilmu pengetahuan misalnya.
Biarpun begitu, tahap penyatuan menuju kesepahaman tentang agama dan kepercayaan akan Tuhan ini merupakan tahap yang berbahaya. Alih-alih mengadopsi agama, lain, penyatuan ini haru dilakukan secara ' menyenangkan' dan tanpa paksaan. Seandainya saja terjadi pembodohan dan terdapat kebohongan pada tahap ini, maka bisa terjadi perang yang sangat besar. Negara-negara yang ada di dunia yang sedang menyatu satu dengan yang lainnya, bisa kembali ke dalam bentuk puzzle.
Tahap ini sangat berbahaya. Ibaratnya bumi adalah pembilang, maka bila tidak hati-hati, penyebutnya adalah negara dan agama. Belum lagi, di dalam suatu negara dan atau agama terjadi perpecahan antara satu bagian dengan yang lainnya.
Sekarang ini, kebudayaan Eropa bisa dikatakan sebagai pemegang kunci akan hal ini. Tetapi, ke depannya, justru kebudayaan Asialah yang menjadi pemegang kunci. Bila di Asia sendiri, kebudayaan Asia digantikan oleh kebudayaan Eropa, maka dunia akan terseret ke arah dimana ireligius adalah jawaban atas kesepahamannya.
Demikian yang bisa saya sampaikan. Mohon maaf kalau ada kesalahan kata. Saya tidak bermaksud menyinggung siapapun dan apapun. Sekian dari saya untuk kali ini, terima kasih.

Beda Ateis dan Ireligius

Intinya, ateis adalah tidak memiliki Tuhan, dan ireligius tidak memiliki agama. Namun, kata ateis jauh lebih terkenal dibanding ireligius. Padahal, untuk ireligius, masih ada kemungkinan untuk percaya kepada Tuhan.
Dalam tulisan ini, saya tidak mau melibatkan emosi apapun. Walaupun ketika membicaraka ireligius seperti mengakatakan ateis praktis atau ateis tersirat, maupun sebaliknya. Ada pula yang menganggap ini adalah tentang perkataan atau identaitas dan kelakuan atau kebiasaan.
Ireligius biasanya masih percaya. Tuhan. Batas terluar ireligus adalah percaya terhadap sesuatu yang tak terbatas yang menentukan apapun yang terjadi tanpa bisa ditentang atau dilawan. Ateis memang tidak memiliki Tuhan. Batas terluar ateis adalah tidak percaya Tuhan. Biasanya, semua hal yang terjadi dinilai secara ilmiah. Ateis percaya bahwa manusia adalah mahluk yang memiliki keterbatasan. Begitupula semua yang ada di dunia ini, memiliki batas.
Namun biarpun begitu, bagi orang beragama, mereka butuh orang ateis untuk dijadikan sebagi teman. Artinya, ateis bukan tidak bisa dijadikan teman bagi orang yang beragama. Hal ini diperlukan agar orang beragam dan ateis saling mengkritisi. Tentunya, tanpa emosi.
Keberadaan ateis terkadang bisa menimbulkan kemarahan dari teis atau non-ateis. Hal ini karena orang yang percaya Tuhan menganggap bahwa eksistensi manusia di dunia ini memerlukan Tuhan. Sedangkan dari sisi ateis, sering kali disangkal dengan pernyataan bahwa tidak mungkin seseorang membenci sesuatu yang tidak ada. Padahal, alih-alih membenci Tuhan, ateis bahkan tidak percaya Tuhan, bahkan dirinya menganggap tidak ada Tuhan. Teis memnganggap bahwa kalau seseorang tidak mengakui keberadaan Tuham, maka keberadaan seseorang itu tidak akan dianggap oleh Tuhan.
Bagaimana dengan ireligius ? Ireligius, masih dianggap lebih rendah kadar ekstrimnya daripada ateis bagi beberapa teis dan religius. Tetapi, keberadaan ireligus sering menimbulkan pertanyaan. Dalam cara berbusana misalnya. Religius, tentunya memiliki aturan-aturan yang secara langsung ataupun tidak, mengarah ke arah cara berpakaian yang sopan. Lalu bagi ireligius, apa pedomannya ? Religius dan kehidupan beragama membuat harmonis kehidupan bermasyarakat. Lantas, untuk religius, apa yang membuat harmonis ? Ketika seorang kriminal ditangkap, ia akan direhabilitasi atau di vakumkan dari dunia luar dan untuk didekatkan dan diarahkan ke arah religius. Apa mungkn dia diarahkan ke arah ireligius ? Kehidupan sosial yang diiringi pembangunan SDM, selalu dibarengi oleh religius yang mengarahkan soal moral. Ireligius bisa saja mengabsenkan aspek ini, tapi juga bisa mengikutkannya. Dalam berbagai konflik dan krisis dunia, religius selalu menjadi pereda nomor satu, di atas segala hukum-hukum dan aturan internasional. Hal yang tidak jelas bisa atau tidak bisa diselesaikan secara ireligius.
Ireligius sering kali dikaitkan dengan kebebasan. Kebebasan yang disebabkan oleh kemakmuran dan atau kecerdasan. Mengasihi sesama, itulah kuncinya, bukanlah beragama. Praktis dan terdengar lebih realistis, bukan ? Hal ini sering membuat religius beranggapan bahwa ireligius hanya ingin haknya saja dari Yang Mahakuasa, namun tidak ingin menjalankan kewajiban beragama.
Demikian yang bisa saya sampaikan. Mohon maaf kalau ada kesalahan kata. Saya tidak bermaksud menyinggung siapapun dan apapun. Sekian dari saya untuk kali ini, terima kasih.

Bos Baru BIN dan TNI

Ada yang berbeda, menurut tradisi rotasi jenderal, seharusnya jenderal dari TNI AU menjabat sebagai bos baru TNI kali ini. Tapi itu bukanlah masalah, yang penting, keamanan dan keutuhan bangsa dan negara tetap satu dan utuh.
Panglima yang baru ini mengupayakan perawatan alusista secara besar-besaran. Hal ini dilakukan agar alusista dapat selalu siap sedia dalam kondisi sehat mengamankan negara. Kabrnya, yang sudah mengalami kerusakan juga akan diperbaiki.
Bukan hanya perlatannya, tetapi man behind the gun juga disejahterahkan. Prajurit akan memiliki kesejahteraan yang terjamin dan cukup. Hal ini akan berdampak pada peforma yang lebih baik di lapangan. Dalam keadaan genting maupun damai, prajurit-prajurit berkualitas yang lebih ungul daripada yang ada di belahan dunia lain akan selalu siap tempur.
Tetapi, masih sama dengan yang sebelumnya, panglima TNI kali ini sepertinya kurang niat dalam urusan alusista bawah laut. Tetapi, sang panglima lebih menoleh ke arah alusista anti kapal selam. Ibaratnya, walaupun tidak mahir karate, tapi punya anti karate.
Laut kita semakin hari semakin ramai. Begitu juga dengan ruang angkasa kita. Trerkadang, satu atau dua pengintai tak diundang datang menghampiri. Hal ini langsung ditanggapi dengan diperkuatnya sapuan radar di pulau-pulau terluar. Hal ini akan semakin mematikan karena sejalan dengan kebijakan 'langsung tembak di tempat' yang sudah diberlakukan.
Hal yang sama juga terjadi kepada BIN. Saya berharap bos baru BIN lebih membuka tabir negara lain dan memberikannya ke media massa sebagai santapan publik. Hal ini secara langsung akan membuat masyarakat lebih cerdas dalam mendorong pemerintah mengambil suatu keputusan.
BIN, sebagai indera negara, akan lebih peka dan tangguh serta semakin mendalam dalam mencari informasi dan memberi masukan bagi negara bagaimana cara menanggapinya. Hanya saja, BIN harus lebih terbuka. Apalah gunanya kalau informasi yang dimiliki ditutup-tutupi atau hanya diketahui kalangan atas ?
Demikian yang bisa saya sampaikan. Mohon maaf kalau ada kesalahan kata. Saya tidak bermaksud menyinggung siapapun dan apapun. Sekian dari saya untuk kali ini, terima kasih.

Maskapai Penerbangan Harus Mau Ikut Aturan Main Kementrian Perhubungan

Pada dasarnya, perusahaan dengan Total equity minus, tidak boleh berjalan. Perusahan itu harus benar-benar siap. Indikator kesiapan itu, ya kalau berpredikat Total equity minus, artinya tidak layak.
Seperti yang kita tahu, dunia penerbangan adalah sektor yang membutuhkan dana yang besar. Mulai dari bahan bakar yang mahal, alat transportasinya juga mahal sedangkan daya tampungnya belum sebesar moda tranportasi darat dan laut. Hanya dengan menawarkan kecepatan, harga tiket pesawat jauh lebih tinggi dari dua jenis moda transportasi lainnya.
Hanya saja, bila terjadi error, dampak buruk yang terjadi bisa sangat besar dan jauh lebih luas daripada dua jenis moda transportasi lainnya.
Karena itu, maskapai penerbangan harus mau ikut aturan main Kemenhub. Semua pihak berharap agar maslah ini cepat terselesaikan dan pulih tanpa KKN.
Demikian yang bisa saya sampaikan. Mohon maaf kalau ada kesalahan kata. Saya tidak bermaksud menyinggung siapapun dan apapun. Sekian dari saya untuk kali ini, terima kasih.

Ekonomi Indonesia Bagaikan Bunker di Tengan Badai Ekonomi Dunia

Tulisan ini saya buat setelah saya menyadari bahwa perekonomian Indonesia menurun beberapa tahun terakhir, khususnya sejak 2013. Tetapi di sisi lain, secara jujur, terjadi upaya pemerataan yang secara nyata bisa dilihat. Artinya, perekonomian Indonesia menemukan wujud barunya, yang kelak akan menjadi wujud aslinya. Wujud yang tidak memakai topeng kesenangan, tapi wujud yang bermandikan keringat darah.
Keadaan ekonomi Indonesia, menurut saya, adalah kasar. Mengapa tidak ? Indonesia mengalami peristiwa bencana alam yang berlangsung tiada henti setiap detiknya mulai dari Sabang sampai Merauke. Selalu saja ada bencana alam yang secara acak bisa menimpa kota manapun. Ekonomi Indonesia sejauh ini, dibangun oleh tiang-tiang besar seperti mineral, minyak dan gas, pegiriman tenaga kerja, dan pariwisata. Perusahaan industri mineral jelas membutuhkan modal yang besar. Hal ini dikeluhkan orang Indonesia sendiri kalau negara Indonesia belum bisa memaksimalkan pengerukan mineral dari bumi. sebagian menganggap 'otak' orang Indonesialah yang belum mampu. Sebagian lagi beranggapan modal besar belum sanggup diberikan Indonesia. Serupa pula untuk sektor minyak dan gas, yang bisa menyebabkan konflik akibat ketidaksenangan bisa meledak dimana saja di seluruh Indonesia. Lagipula, mineral dan minyak dan gas di Indonesia bukannya abadi. Sektor jasa dan UKM, coba kita tanya sendiri kepada siri kota sendiri, apakah sudah bebas KKN dan pungli ? Pengiriman TKI, seperti yang kita tahu, selalu diusahakan agar tidak merugikan pihak manapun. Tetapi, siapa yang tak geram kalau bangsanya tidak mampu menyediakan lapangan kerja sehingga harus dilokasikan ke negara bangsa orang lain ? Sektor pariwisata, selalu ditodong oleh 'isu hijau'. Sektor pariwisata juga berdiri di atas kebudayaan lokal yang tradisional. Padahal hal ini sudah mulai terkikis, khususnya pada kehidupan urban. Belum lagi, sektor pariwisata berdiri di atas keindahan alam, dapat tiba-tiba 'dimatikan' oleh bencana alam yang secara acak bisa menghampiri. Kasar, bukan ? Di satu sisi, kita bergantung pada alam, tetapi di sisi lain, alam kita secara acak dapat menghamburkan mimpi kita seketika. Kuncinya, kita harus tetap taat kepada Yang Mahakuasa. Di satu sisi, kita mengusahakan sistem padat karya, tetapi di sisi lain, karya kita dibawa ke negara lain. Kuncinya, kita harus tetap taat kepada Yang Mahakuasa.
Tetapi karena itulah, Indonesia belajar untuk menjadi independen dari dunia luar. Kita berusaha agar kita sendiri yang makan dari beras kita sendiri. Kita sendiri yang berenang di laut dan danau kita. Kita sendiri yang menghirup udara segar dari pegunungan kita. Berbeda daengan beberapa negara yang sedang merangkak untuk berdiri menjadi negara industri baru, yang butuh uang manusia dari bangsa dan negara lain untuk tetap berjalan.
Sifat mandiri ini yang terus menerus digalakkan oleh bangsa Indonesia. Kondisi ini dapat mengantarkan Indonesia menjadi negara yang rakyatnya makmur. Jadi, apapun yang terjadi pada ekonomi dunia, perekonomian Indonesia terus maju, tidak pernah mundur, paling parah hanya akan melambat. Hutang-hutang yang dilakukan Indonesia belakangan ini selalu digunakan untuk sektor-sektor yang bersifat berkelanjutan dan memiliki dampak positif jangka panjang. Misalnya, pinjaman dari negara Jepang untuk pembangunan poros maritim kedua negara.
Indonesia sendiri, seperti yang sering dikatakan cendekiawan di negara ini, memiliki bonus populasi. Bonus populasi ini, sebenarnya juga sudah dialami sejak pengiriman TKI. Ini adalah indikasi, bahwa kekuatan dari populasi Indonesia bisa digunakan untuk membangun bukan hanya Indonesia, tapi juga negara lainnya. Bila TKI dikirim ke sepuluh negara, secara kasar, artinya, bonus populasi Indonesia bisa adigunakan untuk membangun sepuluh negara lain selain Indonesia. Bila seluruh tenaga kerja ini dapat ditampung dan diarahkan untuk menggerakkan roda perekonomian Indonesia, mulai dari pegunungan hingga lautan dapat kita gunuakan demi kemajuan negara ini berlipat-lipat lebih besar dari yang bisa kita lihat sekarang ini.
Dalam ekonomi dunia yang sudah ikut mengalami globalisasi dimana perekonomian digerakkan oleh saham dan modal-modal raksasa, gejolak kecil di satu sisi dunia dapat menjadi badai di sisi lain dunia. Karena itu, sama dengan negara-negara lain, segala isu ekonomi dunia ditanggapi secara cepat dan sigap. Tetapi di Indonesia, yang terjadi adalah lebih dari itu. Para pelaku ekonomi, baik besar dan kecil sudah sangat peka akan isu-isu ekonomi internasional. Mereka menanggapinya seperti menganggapi gempa kecil yang berpotensi tsunami. Jelas saja, krisis ekonomi di tahun 90-an akhir masih terekam di memori. Taipan-taipan sekarang bisa jadi bukan orang yang sama dengan yang dua puluh tahun yang lalu. Tetapi pastinya, keturunan mereka tetap waspada akan 'tsunami ekonomi' di masa depan.
 Pengalaman pada krisis ekonomi tahun 90-an akhir menjadi pengalaman yang benar-benar menjadi pelajaran bagi Indonesia. Setiap kali ada gejolak, selalu dibandingkan dengan krisis tersebut. Perbandingan tersebut lebih banyak digunakan daripada krisis ekonomi dunia tahun 2007. Karena pada tahun 2007, Indonesia sudah menjadi seperti 'bunker'.
Serpti yang disampaikan di atas, sejalan dengan itu, sejak saat itu, hampir seluruh rencana ekonomi Indonesia harus sejalan, berlandaskan, dan tidak bertentangan dengan : ketahanan sandang, ketahanan pangan, dan ketahanan papan. Intinya, back to basic. Ini adalah upaya bangsa Indonesia untu mengindari trauma ekonomi tahun 90-an akhir. Ketahanan ekonomi Indonesia pada krisis 2007 juga menjadi kebanggan tersendiri. Indonesia sedang menjadi ahli dalam menenangkan diri. Menenangkan diri dalam segala gejolak ekonomi global dan ibarat merubah badai menjadi kekuatan yang mendorong maju bahtera besar.
 Kini, walaupun belum semua, bangsa Indonesia sadar bahwa lebih baik membangun ekonomi negara dimulai dari UKM, yang ringan modal namun padat karya. Sekali lagi, hal ini lebih baik daripada gemerlap ekonomi tahun 80-an akhir ahingga 90-an awal yang dianggap palsu. Keadaan ekonomi sebuah negara akan dinilai asli dan jujur bira merata.Sedangkan akan dianggap bohong dan palsu bila tidak merata.
Dampak negatifnya adalah, setiap kali bangsa Indonesia ingin menjadi maju dalam teknologi, selalu ada hambatan. Hambatan yang seolah ingin memulangkan kembali para 'anak teknologi' (orang-orang yang sejak kecil sudah memakai teknologi dan ketika dewasa sudah mampu menciptakan teknologi modern) kembali berladang dan menjala ikan.
Demikian yang bisa saya sampaikan. Mohon maaf kalau ada kesalahan kata. Saya tidak bermaksud menyinggung siapapun dan apapun. Sekian dari saya untuk kali ini, terima kasih.

Adanya Pilot Dari Indonesia yang Pro IS

Beberapa hari ini, beredar berita tentang adanya pilot dari Indonesia yang pro terhadap IS. Kesimpulan ini kabarnya didapat melalui informasi-informasi yang berasal darinya yang beredar di media sosial.
Bila kita melihat lebih jauh, sesungguhnya, IS sendiri bertujuan untuk mendirikan khalifa. Khalifa baru ini akan mereka letakkan fondasinya pada abad ke-21 ini. Berbagai tanggapanpun bermunculan terhadap IS. Ada yang menganggapinya dengan biasa atau cuek. Ada pula yang hingga menyerang IS.
Sebagai sebuah negara atau kerajaan, nantinya sebuah IS dalam wujud apapun, membutuhkan cendekiawan-cendekiawan. Tidaklah mengherankan, baik dalam usaha politik, maupun usaha berupa penggunaan senjata, ahli-ahli hukum, hingga pengetahuan alam ada terdapat di dalam IS. Sebut saja ahli elektronik, ahli kimia, ahli komputer, ahli jaringan, ahli mesin, ahli roket, hingga ahli bahan peledak, bahkan ahli propaganda. Sebagian dari mereka bukanlah orang yang mendapat kemampuan tersebut secara otodidak,. Sebagian dari mereka memang lulus berijasah sarjana atau lebih tinggi.
Dalam urusan bernegara kelak, dipastikan mereka membutuhkan profesional-profesional. Profesional yang saya maksud adalah orang-orang yang memiliki keahlian tertentu dan menggunakannya dalam pekerjaannya sebagai profesinya. Sebuah IS jelas membutuhkan misalnya guru, pilot, insinyur, dll. Mereka dibutuhkan untuk menjalankan sebuah negara.
Kita bisa lihat bahwa IS terlihat seperti menggaet cendekiawan dan profesional dari berbagai kalangan dan berbagai negara. Intinya, adalah gerakan kemerdekaan mereka dikawal oleh gerakan secara intelektual dan gerakan secara penggunaan senjata. Hal ini bukanlah hal yang salah untuk dilakukan oleh sebuah gerakan memerdekakan suatu ideologi.
Islam sendiri,bagi IS, merupakan dasar negara dan konstitusi. Hal ini memang diakui di dunia. Islam adalah sejenis dengan Pancasila, Republik, Kerajaan, UUD'45, Demokrasi, dll. Islam bahkan adalah jalan hidup dan cara hidup bagi penganutnya.
Bicara tentang garis besar sejarah peradaban manusia, menurut Skala Kardashev, peradaban manusia sekarang masih berada pada Tingkat-0. Pada Tingkat-1, manusia sudah akan menjadi satu pemikiran dalam hampir segala hal, mulai dari ekonomi, satu hukum, satu bahasa, mungkin satu agama, bahkan satu negara planet bumi, dan banyak ide-ide lain yang sudah satu untuk seluruh umat manusia. Hal ini berarti, manusia sudah satu visi dan satu misi. Tidak ada lagi seorang manusiapun yang menjadi hambatan bagi manusia lainnya. Prinsip ini berazaskan sifat nol hambatan. Apakah IS merupakan hambatan bagi umat manusia untuk menuju Tingkat-1 ? Atau IS merupakan kesatuan tunggal yang diterapkan di dunia pada saat berada di Tingkat-1 kelak ?
Mohon maaf bila ada kesalahan dalam tulisan saya. Saya tidak bermaksud untuk menyinggung pihak manapun.

Thursday, July 9, 2015

Ketika Ekonomi RRT Menjadi Ancaman

Hubungan ekonomi RI dan RRT semakin lama semakin erat. Namun, mengapa tulisan ini saya beri judul seperti yang di atas ? Hal ini dikarenakan, semakin besar dan banyaknya proyek infrastruktur RI yang berhulu dari RRT.
Ancaman yang saya maksud bukannya seperti serangan atau embargo atau apapun itu yang sejenis dengan sanksi ekonomi, tetapi bila terjadi hal-hal yang kurang baik terhadap ekonomi RRT, RI bisa kena dampaknya. Bahkan bisa diibaratkan, misalnya satu langkah mereka mengalami kemunduran, kita bisa tidak melakukan sepuluh langkah ke depan.
Ancaman ini bersifat seperti roda gerigi atau gear. Dikarenakan di era globalisasi dan ekonomi RI dan RRT yang bersifat dinamis, efeknya bisa secara konstan terjadi. RI sendiri sedang berubah menjadi RRT baru di Asia. Tentunya hal ini dilakukan dengan cara sendiri. Cara yang berlandaskan ketahanan terhadap badai ekonomi global dan kemandirian jangka panjang yang berkelanjutan.
Semakin lama, RI semakin mengarah menjadi RRT baru.  RI sendiri mengadakan kontrak-kontrak yang semakin lama semakin banyak dan semakin besar yang secara langsung membuat ikatan ekonomi RI dan RRT semakin kuat. MP3EI sendiri banyak yang dikerjakan dengan berkerjasama dengan RRT.
Ekonomi Indonesia memang lain sendiri. Ketika dunia mengkhawatirkan krisis Yunani, RI secara praktis lebih mengkhawatirkan kondisi ekonomi RRT yang bisa bersifat roda gerigi. Perlu diketahui, roda bergerigi lebih konstan bereaksi daripa rantai atau efek berantai.
Namun, meskipun begitu, belum bayak yang beranggapan kalau bila ada situasi buruk terjadi di ekonomi RI, akan berdampak buruk ke RRT. Namun begitu, ekonomi RI yang dikenal berani dan punya jalan sendiri, membuat RRT tidak bisa macam-macam, dan harus menjalankan hubungan sesuai aturan.
Demikian yang bisa saya sampaikan. Mohon maaf kalau ada kesalahan kata. Saya tidak bermaksud menyinggung siapapun dan apapun. Sekian dari saya untuk kali ini, terima kasih.