Saturday, February 6, 2016

Bioteknologi Bercampur Seni




                Semua berawal dari niat. Bila ada niat untuk menemukan sesuatu yang berguna, maka cepat atau lambat, hal itu akan ditemukan. Juga tidak jarang, dalam perjalanan menemukan hal berguna tersebut, ada sesuatu yang dianggap salah atau gagal justru menjadi hal yang berguna di kemudian hari. Namun karena tidak ada hal yang sempurna, maka hamper segala hal butuh untuk diperbaharui. Mulai dari semangat, cita-cita, bahkan juga mahluk hidup ! Di dalam hal ini, kata memperbaharui memang  diartikan manusia berusaha untuk mengubah mahluk hidup-mahluk hidup lainnya.Di sinilah sains dan teknologi kerekayasaan dimainkan. Manusia terus berusaha untuk menyelesaikan persoalan dunia.
                Berawal dari  penggunaan energy yang berasal dari bahan bakar fosil, manusia terus-menerus merekayasa bahan bakar fosil agar menjadi lebih mudah dibawa-bawa dan disalurkan (dimobilisasi). Sains dan teknologi juga digunakan dalam upaya masnusia untuk menggunakan dan menyalurkan energy yang telah dioalah yang berasal dari bahan bakar fosil. Teknologi pertambangan membantu manusia untuk mencari sumber-sumber bahan bakar fosil di seluruh dunia. Tapi lama-kelamaan, keadaan berubah. Sementara itu persediaan cadangan bahan bakar fosil semakin menipis, penggunaan bahan bakar fosil untuk kebutuhan manusia semakin membengkak dan hal ini menimbulkan efek samping berupa pemanasan suhu dunia. Di samping itu, efek lain dari pertambangan adalah harus digusurnya hutan yang ada di atas tanah pertamambangan itu. Hal ini akan terus memperparah situasi bila dilakukan terus menerus.
                Karena itulah, orang-orang dan organisasi-organisasi yang berkicimpung di dalam bioteknologi terus berupaya meminimalkan hal tersebut. Salah satu wujud niat mereka  adalah dengan penggunaan mikroba-mikroba dan mikroalga-mikroalga sebagai penyerap karbondioksida yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil. Pengurangan kadar karbondioksida yang bisa menyimpan panasini akan berdampak pada melambatnya percepatan kenaikan suhu dunia. Namun yang jelas, hal ini, bila ingin diterapkan di seluruh dunia, harus berlandaskan ekonomi atau atau uang atau komersial. Untuk hal tersebut, terutama untuk memikat pembeli, maka ada baiknya teknologi dipadukan dengan seni. Dalam hal inilah, sains digunakan untuk mencari sisi-sisi seni di dalam teknologi ini.
                Mikroba dan dan mikroalga digunakan untuk ‘menghisap’ atau ‘menghirup’ karbondioksida di lingkungan. Di samping itu, mahluk hidup itu juga menghasilkan bahan bakar. Sampai di sini, semuanya masih bersifat sains dan teknologi. Namun ada satu sisi dimana mahluk-mahluk hidup itu bisa diikutkan untuk seni. Mikroba dan mikroalga memempunya sifat dan kemampuan untuk berpendar. Inilah yang bis adimanfaatkan sebagai seni. Beda jenis mikroalga bisa menghasilkan warna pendaran yang berbeda pula. Bila mikroalga ini diletakkan di jalanan, maka ada dua kuntungan yang bisa didapat. Pertama yaitu karbondioksida dari kendaraan akan diserap. Kedua yaitu aka nada cahaya penerangan bagi pengguna jalan, khususnya pada malam hari. Kemampuan berpendar yang dimiliki mikroalga inilah, yang bila diletakkan di dalam tabung transparan berwarna-warni dan berbentuk yang indah, akan menjadi suatu karya seni modern yang indah pula.
                Sekarang, coba kita balikkan keadaan dimana bioteknologi digunakan untuk menyelamatkan kebudayaan-kebudayaan di masa lalu.  Bentuk kebudayaan yang dimaksud di sini adalah kebudayaan dalam bentuk pahatan-pahatan batu atau ukiran-ukiran batu. Meskipun manusia sekarang sudah mempunyai kebudayaan yanglebih maju daripada kebudayaan pada zaman tersebut, tetapi benda-benda tersebut memiliki nilai sejarah dan pengetahuan yang tidak ternilai harganya. Benda-benda tersebut tidak perlu diselamatkan bila tidak ada ancaman yang menggangu. Tetapi ada ancaman yang mengganggu yaitu kenaikan suhu lingkungan dan hujan asam. Tapi kali ini, yang menjadi ancaman utama adalah bahan-bahan kimia ataupun organisme-organisme yang menempel pada karya-karya seni tersebut. Hal ini merusak karya-karya seni seperti  fresco dari Italia. Penggunaan bioteknologi dengan mikroalga dan mikroba dapat membantu proses pembersihan dan pengembalian karya-karya seni tersebut menjadi seperti baru atau asli lagi. Mikroba hidup cukup ‘ditempeli’ ke karya-karya seni bernilai sejarah tinggi tersebut , dan hasilnya adalah karya seni yang terjaga kelembapannya sehingga walaupun terkena akibat-akibat secara tidak langsung dari hujan asam ataupun polusia udara, tidak mungkin lagi karya seni tersebut dihidupi oleh organisme-orgainsme lain yang merusaknya.
                Dua hal di atas, yaitu kemampuan berpendar milik mikroalga yang dapat dimanfaatkan menjadi karya seni dan kemampuan mikroba untuk menjaga karya seni dari gangguan organisme lain yang merusak, bukanlah hal yang baru di dalam pencampuran rekayasa dengan mahluk hidup. Jauh sebelum itu, manusia sudah mengenal yang namanya bonsai. Bonsai adalah teknik untuk merekayasa bentuk tanaman menjadi bentuk berseni yang kita inginkan. Contoh lain dari hasil pencampuran rekayasa dengan mahluk hidup adalah semangka persegi dan semangka berbentuk hati yang berawal dari tuntutan untuk hemat tempat lalu menjadi seni.

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home