Bioteknologi Bercampur Seni
Semua
berawal dari niat. Bila ada niat untuk menemukan sesuatu yang berguna, maka
cepat atau lambat, hal itu akan ditemukan. Juga tidak jarang, dalam perjalanan
menemukan hal berguna tersebut, ada sesuatu yang dianggap salah atau gagal
justru menjadi hal yang berguna di kemudian hari. Namun karena tidak ada hal
yang sempurna, maka hamper segala hal butuh untuk diperbaharui. Mulai dari semangat,
cita-cita, bahkan juga mahluk hidup ! Di dalam hal ini, kata memperbaharui
memang diartikan manusia berusaha untuk
mengubah mahluk hidup-mahluk hidup lainnya.Di sinilah sains dan teknologi
kerekayasaan dimainkan. Manusia terus berusaha untuk menyelesaikan persoalan
dunia.
Berawal
dari penggunaan energy yang berasal dari
bahan bakar fosil, manusia terus-menerus merekayasa bahan bakar fosil agar
menjadi lebih mudah dibawa-bawa dan disalurkan (dimobilisasi). Sains dan
teknologi juga digunakan dalam upaya masnusia untuk menggunakan dan menyalurkan
energy yang telah dioalah yang berasal dari bahan bakar fosil. Teknologi
pertambangan membantu manusia untuk mencari sumber-sumber bahan bakar fosil di
seluruh dunia. Tapi lama-kelamaan, keadaan berubah. Sementara itu persediaan
cadangan bahan bakar fosil semakin menipis, penggunaan bahan bakar fosil untuk
kebutuhan manusia semakin membengkak dan hal ini menimbulkan efek samping
berupa pemanasan suhu dunia. Di samping itu, efek lain dari pertambangan adalah
harus digusurnya hutan yang ada di atas tanah pertamambangan itu. Hal ini akan
terus memperparah situasi bila dilakukan terus menerus.
Karena
itulah, orang-orang dan organisasi-organisasi yang berkicimpung di dalam
bioteknologi terus berupaya meminimalkan hal tersebut. Salah satu wujud niat
mereka adalah dengan penggunaan
mikroba-mikroba dan mikroalga-mikroalga sebagai penyerap karbondioksida yang
dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil. Pengurangan kadar karbondioksida
yang bisa menyimpan panasini akan berdampak pada melambatnya percepatan
kenaikan suhu dunia. Namun yang jelas, hal ini, bila ingin diterapkan di
seluruh dunia, harus berlandaskan ekonomi atau atau uang atau komersial. Untuk hal
tersebut, terutama untuk memikat pembeli, maka ada baiknya teknologi dipadukan
dengan seni. Dalam hal inilah, sains digunakan untuk mencari sisi-sisi seni di
dalam teknologi ini.
Mikroba
dan dan mikroalga digunakan untuk ‘menghisap’ atau ‘menghirup’ karbondioksida
di lingkungan. Di samping itu, mahluk hidup itu juga menghasilkan bahan bakar.
Sampai di sini, semuanya masih bersifat sains dan teknologi. Namun ada satu
sisi dimana mahluk-mahluk hidup itu bisa diikutkan untuk seni. Mikroba dan
mikroalga memempunya sifat dan kemampuan untuk berpendar. Inilah yang bis adimanfaatkan
sebagai seni. Beda jenis mikroalga bisa menghasilkan warna pendaran yang
berbeda pula. Bila mikroalga ini diletakkan di jalanan, maka ada dua kuntungan
yang bisa didapat. Pertama yaitu karbondioksida dari kendaraan akan diserap.
Kedua yaitu aka nada cahaya penerangan bagi pengguna jalan, khususnya pada
malam hari. Kemampuan berpendar yang dimiliki mikroalga inilah, yang bila
diletakkan di dalam tabung transparan berwarna-warni dan berbentuk yang indah,
akan menjadi suatu karya seni modern yang indah pula.
Sekarang,
coba kita balikkan keadaan dimana bioteknologi digunakan untuk menyelamatkan
kebudayaan-kebudayaan di masa lalu.
Bentuk kebudayaan yang dimaksud di sini adalah kebudayaan dalam bentuk
pahatan-pahatan batu atau ukiran-ukiran batu. Meskipun manusia sekarang sudah
mempunyai kebudayaan yanglebih maju daripada kebudayaan pada zaman tersebut,
tetapi benda-benda tersebut memiliki nilai sejarah dan pengetahuan yang tidak
ternilai harganya. Benda-benda tersebut tidak perlu diselamatkan bila tidak ada
ancaman yang menggangu. Tetapi ada ancaman yang mengganggu yaitu kenaikan suhu
lingkungan dan hujan asam. Tapi kali ini, yang menjadi ancaman utama adalah
bahan-bahan kimia ataupun organisme-organisme yang menempel pada karya-karya
seni tersebut. Hal ini merusak karya-karya seni seperti fresco dari
Italia. Penggunaan bioteknologi dengan mikroalga dan mikroba dapat membantu
proses pembersihan dan pengembalian karya-karya seni tersebut menjadi seperti
baru atau asli lagi. Mikroba hidup cukup ‘ditempeli’ ke karya-karya seni
bernilai sejarah tinggi tersebut , dan hasilnya adalah karya seni yang terjaga
kelembapannya sehingga walaupun terkena akibat-akibat secara tidak langsung
dari hujan asam ataupun polusia udara, tidak mungkin lagi karya seni tersebut
dihidupi oleh organisme-orgainsme lain yang merusaknya.
Dua
hal di atas, yaitu kemampuan berpendar milik mikroalga yang dapat dimanfaatkan
menjadi karya seni dan kemampuan mikroba untuk menjaga karya seni dari gangguan
organisme lain yang merusak, bukanlah hal yang baru di dalam pencampuran
rekayasa dengan mahluk hidup. Jauh sebelum itu, manusia sudah mengenal yang
namanya bonsai. Bonsai adalah teknik untuk merekayasa bentuk tanaman menjadi
bentuk berseni yang kita inginkan. Contoh lain dari hasil pencampuran rekayasa
dengan mahluk hidup adalah semangka persegi dan semangka berbentuk hati yang
berawal dari tuntutan untuk hemat tempat lalu menjadi seni.
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home