Friday, July 10, 2015

Beda Ateis dan Ireligius

Intinya, ateis adalah tidak memiliki Tuhan, dan ireligius tidak memiliki agama. Namun, kata ateis jauh lebih terkenal dibanding ireligius. Padahal, untuk ireligius, masih ada kemungkinan untuk percaya kepada Tuhan.
Dalam tulisan ini, saya tidak mau melibatkan emosi apapun. Walaupun ketika membicaraka ireligius seperti mengakatakan ateis praktis atau ateis tersirat, maupun sebaliknya. Ada pula yang menganggap ini adalah tentang perkataan atau identaitas dan kelakuan atau kebiasaan.
Ireligius biasanya masih percaya. Tuhan. Batas terluar ireligus adalah percaya terhadap sesuatu yang tak terbatas yang menentukan apapun yang terjadi tanpa bisa ditentang atau dilawan. Ateis memang tidak memiliki Tuhan. Batas terluar ateis adalah tidak percaya Tuhan. Biasanya, semua hal yang terjadi dinilai secara ilmiah. Ateis percaya bahwa manusia adalah mahluk yang memiliki keterbatasan. Begitupula semua yang ada di dunia ini, memiliki batas.
Namun biarpun begitu, bagi orang beragama, mereka butuh orang ateis untuk dijadikan sebagi teman. Artinya, ateis bukan tidak bisa dijadikan teman bagi orang yang beragama. Hal ini diperlukan agar orang beragam dan ateis saling mengkritisi. Tentunya, tanpa emosi.
Keberadaan ateis terkadang bisa menimbulkan kemarahan dari teis atau non-ateis. Hal ini karena orang yang percaya Tuhan menganggap bahwa eksistensi manusia di dunia ini memerlukan Tuhan. Sedangkan dari sisi ateis, sering kali disangkal dengan pernyataan bahwa tidak mungkin seseorang membenci sesuatu yang tidak ada. Padahal, alih-alih membenci Tuhan, ateis bahkan tidak percaya Tuhan, bahkan dirinya menganggap tidak ada Tuhan. Teis memnganggap bahwa kalau seseorang tidak mengakui keberadaan Tuham, maka keberadaan seseorang itu tidak akan dianggap oleh Tuhan.
Bagaimana dengan ireligius ? Ireligius, masih dianggap lebih rendah kadar ekstrimnya daripada ateis bagi beberapa teis dan religius. Tetapi, keberadaan ireligus sering menimbulkan pertanyaan. Dalam cara berbusana misalnya. Religius, tentunya memiliki aturan-aturan yang secara langsung ataupun tidak, mengarah ke arah cara berpakaian yang sopan. Lalu bagi ireligius, apa pedomannya ? Religius dan kehidupan beragama membuat harmonis kehidupan bermasyarakat. Lantas, untuk religius, apa yang membuat harmonis ? Ketika seorang kriminal ditangkap, ia akan direhabilitasi atau di vakumkan dari dunia luar dan untuk didekatkan dan diarahkan ke arah religius. Apa mungkn dia diarahkan ke arah ireligius ? Kehidupan sosial yang diiringi pembangunan SDM, selalu dibarengi oleh religius yang mengarahkan soal moral. Ireligius bisa saja mengabsenkan aspek ini, tapi juga bisa mengikutkannya. Dalam berbagai konflik dan krisis dunia, religius selalu menjadi pereda nomor satu, di atas segala hukum-hukum dan aturan internasional. Hal yang tidak jelas bisa atau tidak bisa diselesaikan secara ireligius.
Ireligius sering kali dikaitkan dengan kebebasan. Kebebasan yang disebabkan oleh kemakmuran dan atau kecerdasan. Mengasihi sesama, itulah kuncinya, bukanlah beragama. Praktis dan terdengar lebih realistis, bukan ? Hal ini sering membuat religius beranggapan bahwa ireligius hanya ingin haknya saja dari Yang Mahakuasa, namun tidak ingin menjalankan kewajiban beragama.
Demikian yang bisa saya sampaikan. Mohon maaf kalau ada kesalahan kata. Saya tidak bermaksud menyinggung siapapun dan apapun. Sekian dari saya untuk kali ini, terima kasih.

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home