Saturday, February 6, 2016

NANOTEKNOLOGI LUAR ANGKASA




            Manusia terus mencoba memecahkan berbagai hal yang tidak diketahui tentang luar angkasa. Satu upaya yang dilakukan adalah mengamati langit malam dari puncak gunung memakai teropong. Namun, dengan berkembangnya jaman, teropong bintang sebagai alat optic untuk meneliti langit pun berukuran membesar. Rasa ingin tahu tentang ruang angkasa mendorong manusia untuk mengirim benda-benda ke ruang angkasa itu sendiri. Hal ini diwujudkan dengan roket. Roket adalah alat yang menggunakan prinsip-prinsip dalam Hukum Newton, terutama Hukum Pergerakan Newton ke-3. Hukum Pergerakan Newton ke-3 sendiri berbicara tentang aksi dan reaksi. Teropong bintang seperti yang ada di bumipun diluncurkan dengan roket ke luar angkasa. Namun manusia tidak puas dengan itu. Akhirnya, kehausan rasa ingin tahu tentang ruang angkasa mendorong manusia untuk mengirim manusia untuk mendatangi ruang angkasa itu sendiri.
Mengirim manusia, belakangan juga dengan binatangnya, ke luar angkasa, jelas memberikan tantangan baru terhadap rasa keingintahuan. Salah satunya karena manusia beraktivitas di luar angkasa. Jadi, mengirim manusia ke luar angkasa sama dengan mengirim lingkungan hidup ke luar angkasa. Hal ini mengakibatkan berat beban yang harus diantar roket luar angkasa menjadi lebih besar daripada hanya meluncurkan benda seperti teropong bintang. Namun ini tidak menghalangi manusia untuk memenuhi rasa ingin tahunya. Roket-roket dibuat sebesar mungkin dan sekuat mungkin. Hal ini membutuhkan bahan bakar yang banyak pula. Saat pendaratan pertama manusia di bulan, pada tahun 1969, adalah saat-saat dimana roket serba besar, berat dan boros bahan bakar mendapatkan kejayaannya.
Kini, dengan menipisnya cadangan bahan bakar yang tidak terbarukan, rasa keingintahuan manusia terhadap ruang angkasapun terusik. Hal ini dikarenakan bahan bakar yang digunakan roket ruang angkasa adalah dalam jumlah besar dan harga persatuannya lebih mahal dibandingkan bahan bakar lainya. Polusi hasil roket luar angkasapun terbawa sampai ke luar angkasa. Solusinya ada satu, yaitu, membuat semua benda yang diantarkan ke luar angakasa menjadi seringan mungkin. Hal ini dilakukan agar roket membutuhkan bahan bakar lebih sedikit sehingga berujung pada pengurangan biaya dan polusi udara. Kebutuhan ini menghantarkan nanoteknologi masuk ke pintu gerbang penjelajahan ruang angkasa.
Nanoteknologi adalah cabang teknologi yang berhubungan dengan hal-hal yang berukuran sepersemiliar meter. Hal ini berdekatan dengan materi pembangun terkecil benda-benda yang ada di dunia ini. Hal ini berhubungan dengan gen dan DNA mahluk hidup. Namun tidak lupa juga bahwa nanoteknologi digunakan juga dalam teknologi ruang angkasa. Teknologi ruang angkasa kini, terutama yang berhubungan dengan peluncuran roket dengan muatan luar angkasa, harus membuat semua benda yang diantarkan roket luar angakasa menjadi seringan mungkin. Jadi, teknologi ruang angkasa kini tidak lepas dari nanoteknologi.
Nanoteknologi sejalan dengan penjelajahan luar angkasa karena nanoteknologi dan penjelajahan luar angkasa sama-sama berhubungan dalam beberapa hal. Tidak bisa dipungkiri kalau perkembangan nanoteknologi sedikit banyak juga disebabkan oleh perang mengecilkan benda yang sudah kecil yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan teknologi. Hal ini ini juga dihadapi oleh perusahaan-perusahaan di bidang teknologi ruang angkasa, dimana mereka juga harus mengecilkan barang-barang yang mereka luncurkan ke luar angkasa. Penggunaan benda-benda yang lebih ringan menjadi nilai tambah barang yang diproduksi perusahaan yang menggunakan nanoteknologi. Dalam meluncurkan benda ke luar angkasa, berat benda adalah hal yang penting. Hal ini dikarenakan beban yang ringan membutuhkan bahan bakar sedikit untuk meluncur.
Salah satu hasil nanoteknologi yang diharapkan akan memajukan penjelajahan luar angkasa adalah graphene. Mendengar kata graphene pasti teringat dengan graphite, sejenis isotope karbon yang biasa dipakai untuk mata pensil. Namun yang namanya graphene ini memiliki sifat kuat seperti intan atau baja, tetapi ringan seperti kapas. Namun, kuat dan ringan belumlah cukup untuk menjadi hal utama yang diperhitungkan industri teknologi dan penjelajahan luar angkasa. Sifat tahan panasnya sangat baik. Tetapi di lain sisi, sifat menghantarkan panas dan listriknya juga sangat baik. Sifat tahan panas danmenghantarkan listrik yang baik inilah yang menjadikan grapheme dilirk peneliti dan pengusaha bidang industri.
Sifat tahan panas dari graphene ini akan membuat wahana luar angkasa dan roket menjadi lebih mumpuni dalam hal masuk dan keluar orbit planet. Sifat menghantarkan listrik dengan baik dari graphene ini membuat perangkat elektronik dan piranti komunikasi dan penginderaan luar angkasa lebih ringan. Lebih ringan karena rangkaian yang dibuthkan menjadi lebih singkat dan lebih kecil, dan semakin ringan. Konon, dari graphene inilah, manusia sudah mendesain piranti komunikasi dan penelitian semacam tablet atau telepon astronot menjadi serba lentur dan bisa dilipat-lipat. Denga desain sangat tipis, graphene yang kuatpun menjadi lentur dan bisa dilipat di luar angkasa.

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home